Helikopter adalah sebuah pesawat yang mengangkat dan terdorong oleh satu atau lebih rotor (propeller) horizontal besar. Helikopter diklasifikasikan sebagai pesawat sayap-berputar untuk membedakannya dari pesawat sayap-tetap biasa lainnya. Kata helikopter berasal dari bahasa Yunanihelix (spiral) dan pteron (sayap). Helikopter yang dijalankan oleh mesin diciptakan oleh penemu Slovakia Jan Bahyl.
Gambar 1. Bentuk dan bagian-bagian umum pada sebuah helikopter
Dibandingkan dengan pesawat sayap-tetap lainnya, helikopter lebih kompleks dan lebih mahal untuk dibeli dan dioperasikan, lumayan lambat, memiliki jarak jelajah dekat dan muatan yang terbatas. Sedangkan keuntungannya adalah gerakannya, helikopter mampu terbang di tempat, mundur, dan lepas landas dan mendarat secara vertikal. Terbatas dalam fasilitas penambahan bahan bakar dan beban/ketinggian, helikopter dapat terbang ke lokasi mana pun, dan darat di mana pun dengan lapangan sebesar rotor dan setengah diameter. Landasan helikopter disebut helipad.
1. Prinsip Kerja Helikopter
Helikopter bisa terbang karena gaya angkat yang dihasilkan
oleh aliran udara yang dihasilkan dari bilah-bilah baling-baling
rotornya. Baling-baling itu yang mengalirkan aliran udara dari atas ke
bawah. Aliran udara tersebut sedemikian deras sehingga mampu mengangkat
benda seberat belasan ton. Setiap baling-baling helikopter memiliki
bentuk aerofoil yang mirip dengan sayap pada pesawat terbang. Daya
angkat yang ditimbulkannya tergantung pada sudut serang (angel of
attack) dan kecepatan baling-baling saat berputar. Teorinya sebenarnya
cukup sederhana namun prakteknya rumit.
Gambar 2. Bentuk baling-baling (rotor blade) helicopter.
Pada
dasarnya, prinsip dasar terbang dari pesawat bersayap tetap (fixed
wing) dengan helikopter yang dikenal juga pesawat bersayap putar pada
dasarnya tetap. Kuncinya ada pada dua kekuatan besar yang bekerja
terpadu, menghasilkan gaya angkat dan daya dorong yang besar.
Gambar 3. Gaya angkat dan dorong dari putaran baling-baling helicopter.
2. Baling-baling rotor (rotor blade) Helikopter
Photo courtesy U.S. Department of Defense
Gambar 4. Baling-baling rotor Helikopter (contoh dari AH-64A Apache).
Pada
helikopter, fungsi sayap digantikan oleh baling-baling yang setiap
baling-balingnya meski berukuran lebih kecil dari sayap pesawat biasa,
namun ketika diputar curvanya relatif sama dengan sayap pesawat. Untuk
mendapatkan gaya angkat, baling-baling rotor harus diarahkan pada posisi
tertentu sehingga dapat membentuk sudut datang yang besar. Prinsipnya
sama dengan pesawat bersayap tetap, pada helikopter ada dua gaya besar
yang saling memberi pengaruh. Aliran udara yang bergerak ke depan
baling-baling menekan baling-baling sehingga bilah baling-baling
terdorong balik ke belakang menghasilkan suatu gaya angkat kecil. Tetapi
ketika aliran udara bergerak cepat melewati bagian atas dan bawah
bilah-bilah baling-baling, tekanan udara yang besar di antara
baling-baling otomatis akan mengembang ke seluruh permukaan yang
bertekanan lebih rendah, menyebabkan baling-baling terdorong ke atas dan
helikopter pun terangkat. Yang perlu diingat, meski bilah-bilah
baling-baling itu hanya beberapa lembar, namun dalam keadaan berputar
cepat, ia akan membentuk suatu permukaan yang rata dan udara yang
menekannya ke atas menimbukan tekanan besar yang akhirnya menghasilkan
gaya angkat yang besar pula. Prinsip ini sama dengan fungsi propeler
pada pesawat bermesin turboprop dan sama pula dengan "kitiran/kincir" mainan anak-anak.
Gambar 5. Kerja mesin turboprop pada pesawat.
Gambar 6. Turboprop pada pesawat Tu-95.
3. Sayap kecil pada helikopter (Canard)
Beberapa
helikopter yang digunakan dalam perang, seperti “Mil Mi-24 Super Hind
Mk III” misalnya dilengkapi dengan sayap kecil yang disebut canard,
fungsi pertamanya untuk meringankan beban rotor utama dan yang kedua
untuk meningkatkan laju kecepatan dan memperpanjang jangkauan jelajah.
Fungsi lain adalah sebagai gantungan senjata, rudal dan lain-lainnya.
Dengan menambahkan sayap pendek ini, maka perbedaan fungsional antara
pesawat tetap dengan helikopter menjadi samar. Pesawat bersayap tetap
juga ada yang mampu terbang-mendarat secara vertikal (Vertical Take-off
Landing/VTOL). Contohnya, Harrier dari jenis Sea Harrier atau AV-8
Harrier.
Gambar 7. Canard pada helicopter “Mil Mi-24 Super Hind Mk III”.
Gambar 8. Pesawat bersayap tetap yang mampu mendarat vertical (AV-8 Harrier).
4. Kontrol baling-baling rotor pada Helikopter
Kelebihan
pesawat bersayap tetap, terutama soal terbangnya karena pesawat
berjenis ini memiliki platform yang lebar sehingga relatif lebih stabil
saat melakukan penerbangan. Soal menerbangkannya, itu persoalan mengatur
kemudi guling pada sayap dan stabilizer tegak dan datar yang ada pada
ekornya. Tetapi pada Helikopter tidaklah demikian. Ketika bilah-bilah
baling-baling rotornya menghasilkan gaya angkat, rotornya sendiri
bekerja memindahkan udara di atasnya ke bawah sebanyak-banyaknya. Disaat
itu berat udara yang dipindahkan mengurangi berat helikopter sehingga
helikopter itu terangkat. Dan bila helikopter itu terangkat, berarti
terjadi keseimbangan berat antara udara yang dipindahkan dari atas ke
bawah dengan bobot helikopternya. Untuk mengoperasikan helikopter itu
ada alat kemudi yang biasa disebut collective pitch dan cyclic pitch masing-masing
berfungsi sebagai pengatur gaya angkat dan pendorong helikopter untuk
melaju ke depan. Begitu sederhana cara kerjanya, tetapi
mentransformasikannya dalam sebuah teknologi sungguh pekerjaan yang
sangat rumit.
Gambar 9. Kontrol pada helikopter.
Collective
pitch merupakan pengatur kemiringan semua rotor blade secara
berbarengan yang dapat menghasilkan gaya angkat secara vertikal. Cyclic
pitch merupakan pengatur kemiringan untuk masing-masing rotor blade pada
setiap perputaran rotor. Hal tersebut mempengaruhi gerakan berputar
pesawat, menggerakan bagian depan helikopter ke atas atau ke bawah atau
memutar pesawat dari sisi ke sisi. Selain itu terdapat differential
collective pitch yang merupakan pengontrol yang mempengaruhi gerakan
helikopter ke kiri atau ke kanan. Differential collective pitch
memungkinkan salah satu pitch terangkat lebih tinggi dari collective
pitch lainnya. Hal ini meningkatkan perlawanan dan torsi yang lebih
dalam satu rotor dari pada rotor yang lainnya sehingga dapat memutar
pesawat pada sumbu vertikal.
Gambar 10. Collective pitch sebagai pengatur daya angkat helikopter.
Gambar 11. Cyclic pitch sebagai pengatur daya dorong helikopter.
Gambar 12. Differential collective pitch sebagai pengatur gerakan berputar pada sumbu vertikal.
Gambar 13. Lepeng blade pada posisi awal.
Gambar 14. Lempeng blade terangkat akibat collective pitch berubah.
Gambar 15. Perubahan dari cyclic pitch control.
5. Kontrol putaran rotor blade helikopter (control heading)
Pada konfigurasi rotor, bukan hanya sekedar bisa berputar lalu terbang dan mengambang. Sebab setiap baling-baling yang diputar
akan selalu menimbulkan tenaga putaran yang disebut dengan istilah umum
torque. Untuk menghilangkan atau menangkal tenaga putar yang bisa
menyebabkan badan helikopter itu berputar, maka perlu dipasang
antitorque.
Gambar 16. Heading kontrol helikopter.
Antitorque
ini dapat berupa tail rotor atau rotor ekor yang dipasang pada ekor
pesawat yang juga berfungsi sebagai rudder. Konfigurasi ini dapat
dilihat pada helikopter umumnya seperti Bell-412, Bell-205 atau UH-1
Huey, atau NBO-105, dan AS-330 Puma atau AS-335 Super Puma, AH-64 APACHE
atau Mi-25 HIND.
Gambar 17. Contoh konfigurasi tail rotor pada Bell-205 dan Mi-25 HIND.
Selain
menggunakan tail rotor, masih ada beberapa desain yang lain. Misalnya
yang menggunakan sistem tandem seperti yang digunakan pada helikopter
Boeing CH-47 Chinook atau CH-46 Sea Knight. Kedua rotor tersebut yang
bersama-sama berukuran besar masing-masing ditempatkan di depan dan di
belakang badan helikopter. Keduanya simetris namun memiliki putaran yang
berlawanan arah . Maksudnya untuk saling meniadakan efek putaran yang
ditimbulkan satu sama lain, intermesh dalam bahasa populernya.
Gambar 18. Contoh sistem tandem pada helikopter CH-46 Sea Knight (kiri) dan V-12 (kanan).
Cara
lain adalah dengan konfigurasi egg-beater. Konfigurasi rancang bangun
seperti ini digunakan pada helikopter Ka-25 Kamov buatan Rusia atau
Kaman HH-43 Husky. Kedua baling-baling yang sama besarnya itu diletakkan
dalam satu poros, terpisah satu sama lain dimana yang satu diletakkan
diatas rotor lainnya. Keduanya berputar berlawanan arah. Maksudnya untuk
menghilangkan efek putaran atau torque.
Selain ketiga cara di atas, dibuat juga konfigurasi tanpa rotor ekor. Helikopter ini disebut NOTAR (No Tail Rotor) ini memiliki sistem yang sedikit berbeda dengan sistem yang ada, di mana memanfaatkan semburan gas panas dari mesin utama yang disalurkan melalui tabung ekor. Contohnya adalah helikopter MD-902 Explorer.
Gambar 20. Diagram dari sistem NOTAR.
Gambar 21. Contoh helikopter dengan sistem NOTAR (MD-902 Explorer).
0 comments:
Post a Comment